Tadabbur Alam, “Enviromental Ethics”–nya SD NU Master Sokaraja

Tadabbur Alam, “Enviromental Ethics”–nya SD NU Master Sokaraja

Di Tengah isu global yang menasional yaitu “Environmental Ethics” atau lebih mudah disebut dalam bahasa kita sebagai etika lingkungan, segenap guru dan tenaga kependidikan SD NU Master Sokaraja menjalankan perannya sebagai ujung tombak sektor pendidikan

Tadabbur alam yang dilakukan pada hari Kamis, (8/2) adalah cara merenungkan dan menghayati alam dalam ranah hati dan pikiran. Lain dengan sekadar “plesiran”, Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) mengasimilasikan kegiatan ini dengan pengahayatan terhadap alam.

Melancong dari Kabupaten Banyumas yang didominasi oleh dataran tinggi dan bukit ke Kabupaten Kebumen yang terkenal dengan wisata Bahari. Maksud sederhana kegiatan ini adalah untuk mengingatkan kembali bahwa alam memiliki cakupan jenis yang luas dan beragam sehingga guru yang merupakan manusia pendidik selalu perlu untuk mengingat.

Setelah sampai di lokasi wisata Pitris, para guru dan tendik sangat antusias dengan keindahan visual cakrawala yang membentang di belahan selatan. Laut yang menghampar seolah dengan cepat mengerdilkan manusia-manusia yang melihatnya. Akan tetapi dalam waktu yang sama membuka pikiran, wawasan, ide dan pemaknaan yang betul-betul baru.

Salah satu fasilitas yang ada di sana adalah teropong untuk melihat bentangan laut lepas. Tentu karena alat optik ini berkaitan dengan materi  pengetahuan alam, guru-guru kelas tinggi dengan setengah berebut ingin mencoba.

Di lokasi wisata tersebut tentu saja ada banyak warung-warung sederhana yang siap menyajikan kebutuhan perut para pengunjungnya. Ibu-ibu guru sigap memesan cemilan dan minuman dingin sementara bapak-bapak guru dengan takdzim duduk di bawah pohon melihat hamparan biru luas sambil ngopi dan berdiskusi tentang putaran roda ekonomi lokasi wisata tersebut.

Kegiatan dilanjutkan makan siang dan sambil menunggu, bebebrapa guru terkesima melihat kegiatan jual beli ikan laut langsung di pinggir Pantai. Setelah itu semua di bawa ke kapal motor kecil untuk berkeliling pulau di sekitar.

Saat singgah di pulau momongan, nahkoda mendapat pertanyaan-pertanyaan penuh rasa ingin tahu seperti :

“Burung apa itu yang berlalu-lalang dan hinggap di pohon bakau?”

“Itu tanaman apa yang mirip kelapa sawit di tepi-tepi air?”

Mas-mas nahkoda menjawab bahwa burung yang dilindungi yang biasa warga Karesidenan Banyumas sebut dengan burung kunthul laut. Sementara buah yang ada di tepi air adalah buah kiwel atau nipah. Menariknya, buah nipah ini nilai ekonominya sangat rendah hingga seringkali dibiarkan menua di pohonnya. Tentu saja informasi itu tidak di sia-siakan oleh bapak-bapak yang penasaran dan ingin membawa pulang buah tersebut. Dibantu oleh mas-mas nahkoda, 2 buah kiwel pun sukses dibawa pulang.

Perubahan paradigma dunia dari manusia ke manusia kepada alam sudah terjadi di negara-negara maju. Namun bukan berarti Indonesia tertinggal dalam hal tersebut. Negeri ini memiliki alam yang kaya raya, adab kepada alam sudah membudaya, hanya kita baru paham saja terminologinya. Namun rasa penyatuan alam itu sesungguhnya sudah ada. GTK SD NU Master memperoleh bekal dari alam, dan dengan cerita, nilai itu akan sampai kepada peserta didik esok hari dan lusa.(M. Tofik R.)

Pojok Baca